BUMDes Karamatwangi, Dari Keterbatasan Menuju Kemandirian

Berawal dari keterbatasan dalam mengakses sumber air, kini masyarakat Desa Karamatwangi berjuang demi kemandirian. Pada 2015, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) setempat membangun penampungan air untuk menjawab kesulitan warga dalam mendapatkan air bersih. Selain menolong warga yang kesulitan air, pengelolaan air memberikan pemasukan bagi desa.

Desa Karamatwangi terletak di Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Geografis desa yang berada di ketinggian 1.400 meter di atas permukaan laut membuat warga tak mudah mendapatkan sumber air. Sumber air terdekat berada sekitar 11,5 kilometer dari permukiman. Bertolak dari kesulitan mengakses air bersih itu, pemerintah desa sepakat untuk fokus menyediakan dan mengelola air bersih.

Sejumlah proyek infrastruktur, baik dukungan dari dana APBN, APBD Provinsi Jabar, maupun APBD Kabupaten Garut, pun diarahkan untuk membangun jaringan pipa atau pipanisasi. Jaringan dibangun mulai dari sumber air di kawasan Tegal Bungbrun, bak kontrol, bak penampungan, hingga ke rumah-rumah warga sepanjang 11,5 km. Program pipanisasi itu menelan biaya sekitar Rp 900 juta.

Hasilnya positif. Pada 2016, proyek pipanisasi tuntas dan air mengalir ke rumah-rumah warga. Saat ini, BUMDes Keramatwangi memiliki 630 pelanggan yang semuanya warga Karamatwangi. Biaya pemakaian air dipatok Rp 1.000 permeter kubik.

Pemasukan dari pengelolaan air dipakai pula untuk kegiatan operasional, seperti pemeliharaan dan perbaikan-perbaikan jika terjadi kerusakan. Saat musim kemarau, debit air masih saja tinggi.

Untuk memaksimalkan pelayanan, BUMDes mendapat pendanaan dari dana desa sejak 2017. Berdasarkan data Desa Karamatwangi, alokasi dana desa untuk pengembangan bisnis BUMDes tahun 2017 sebesar Rp 50 juta, Rp 120 juta (2018), Rp 50 juta (2019). Untuk instalasi air bersih, rata-rata alokasinya sekitar 10 prosen.

Sekarang, unit bisnis air bersih memberi pendapatan bersih Rp 5 juta-Rp 10 juta per bulan. Mereka menargetkan menambah pelanggan sampai 2.300 orang dengan menjangkau pelanggan dari desa lain.

Pengembangan Bisnis BUMDes

Selain air bersih, BUMDes Karamatwangi juga memiliki bisnis andalan lainnya, yaitu pengelolaan kopi. Desa Karamatwangi memiliki potensi kopi yang sangat besar. Luas lahan kopi mencapai 159 hektar milik Perhutani dan 20 hektar milik warga. Pada masa puncak panen, produksi kopi sedikitnya 1.000 ton buah kopi merah.

Unit kopi BUMDes Karamatwangi dibuat untuk menjawab rendahnya harga buah kopi merah petani. Tengkulak hanya membeli Rp 3.000-Rp 5.000 per kilogram. Padahal, harga di pasaran bisa mencapai Rp 7.000-Rp 8.000 per kg.

Setelah unit kopi terbentuk, BUMDes mengajukan proposal bantuan ke Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, yang selanjutnya memberikan mesin pengolahan kopi. Pemkab Garut juga membantu membangun gedung pengolahan kopi.

Sejak 2018, bisnis kopi mulai dijalankan BUMDes dengan produk andalan kopi bubuk Aceng. Selain itu, juga membuka kedai kopi Aceng di tempat wisata Cisurupan, Garut.

BUMDes pernah mendapat tawaran dari pengusaha Jakarta dan Banten untuk mengekspor kopi ke beberapa negara di Timur Tengah. Namun, tawaran itu belum bisa dipenuhi karena kemampuan BUMDes dalam menyerap panenan petani hanya 100 ton buah kopi merah.

Mampu Tingkatkan Pendapatan Asli Desa

Sejumlah inovasi yang dibuat BUMDes memberikan hasil baik. Pendapatan asli desa tahun 2018 sebesar Rp 25 juta. Tahun ini ditargetkan bisa meningkat menjadi dua kali lipat. Salah satunya lewat pembuatan air minum dalam kemasan. Mesin pengolah air minum seharga Rp 12 juta serta lahan dan gedung untuk unit bisnis ini disiapkan.

Produk air kemasan dengan merek KaramatQua sudah diuji di laboratorium Dinas Kesehatan Kabupaten Garut. Hasilnya adalah aman dikonsumsi. Kini, BUMDes tengah mengurus perizinan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan. Begitu izin edar terbit, produk segera dipasarkan di sekitar Karamatwangi dan Kecamatan Cisurupan.

BUMDes Karamatwangi juga tengah mengembangkan usaha agrowisata, memanfaatkan potensi Taman Wisata Alam Papandayan. Agrowisata dibuat memanfaatkan tanah desa seluas 2 hektar, di antaranya dengan membangun bungalo, taman stroberi, bunga, dan taman kelinci. Ditargetkan rampung tahun 2020, di lokasi itu juga akan dibangun restoran dan kedai kopi.

Sumber: Kompas.id

X CLOSE
Advertisements
X CLOSE
Advertisements

Tinggalkan komentar